
Kabarhiburan.com, Jakarta Pandemi Covid-19 telah menghantam kehidupan pada semua lini, termasuk ekosistem industri perfilman, mulai produser, aktor, pekerja film, dan pengusaha bioskop.
Demikian mengemuka dalam HalalNilHalal Webinar Online bertajuk Film Nasional; Whats Next ? digagas Direktur Perfilman, Musik & Media Baru Kemendikbud RI bersama Demi Film Indonesia (DFI) di Jakarta.
Dalam Webinar tersebut, Direktur Perfilman, Musik & Media Baru, Kemendikbud RI, Ahmad Mahendra mengungkapkan, lantaran Covid-19 maka Direktorat yang dipimpinnya tidak dapat berbuat banyak, sejak dilantik pada akhir Januari 2020 menggantikan PusbangFilm Kemendikbud RI.
“Meski demikian, sebagaimana janji Presiden, Direktorat baru ini akan tetap berupaya meningkatkan sisi pendidikan film, musik dan media baru dari hulu hingga hilir,” kata Ahmad Mahendra, Senin (25/5/2020).
Ahmad Mahendra memastikan bahwa Direktorat yang dipimpinnya, maka fungsi PusbangFilm tidak akan berubah, dari fungsi literasi hingga apresiasinya.
Sejumlah kerja besar lainnya sudah dicanangkan. Mulai dari memperkenalkan budaya visual ke sekolah-sekolah dan masyarakat sejak dini, berbagi pengajaran dan lomba penulisan skenario, kritik dan resensi film, serta pendidikan musik dan media baru.
“Meski sayangnya, semua itu belum maksimal kita kerjakan, karena Covid-19 keburu datang. Anggaran pun terpaksa dipotong karena Covid-19,” kata Ahmad Mahendra.
Ia menambahkan ada sekurangnya 11 ribu pelaku industri kreatif film terdampak Covid-19, dan mengharuskan pihaknya memberikan bantuan kepada tenaga film yang terdampak.
“Bantuan akan diberikan lewat Direktorat Tenaga dan Lembaga Keniscayaan, Kemendikbud,” imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, Djonny Syafruddin selaku Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) menyampaikan harapannya, agar Direktorat baru ini dapat menekan pajak tontonan hingga ke angka 10 persen, dari angka 35 persen.
“Agar lebih berpihak kepada pelaku industri perfilman, maka UU Perfilman No 33/2019 yang menggantikan UU No 8 /1992 harus diperbaiki,” pintanya Djonny yang masih menunggu keputusan pemerintah untuk menjadwalkan bioskop akan beroperasi kembali.
Noorca Massardi selaku anggota LSF periode 2020-2024, pihaknya akan menerapkan konsep New Normal dalam pembukaan bioskop. Harus ada standar kesehatan yang ketat, khususnya dalam pengaturan teknis kursi penonton.
“Meski akan sangat sulit sekali mendapatkan penonton di angka satu juta pada masa Covid-19, dibandingkan sebelumnya, karena banyak kendala di sana-sini,” katanya.
Produser film dan mantan Ketum Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI) H. Firman Bintang membenarkan bahwa masa new normal bila diberlakukan dalam pembukaan bioskop, harus ada perhitungan yang matang sekali.
“Kalaupun bioskop di buka, tidak seketika juga penonton datang. Tidak ada film yang mau jadi tumbal,” ujar Firman Bintang yang meminta agar memberikan layar bioskop sebanyak mungkin bagi film Indonesia.
“Makanya saya mengusulkan agar menyelamatkan SDM perfilman terdampak Covid-19 dahulu, dengan mengalihkan anggaran untuk pengembangan perfilman ke pekerja kreatif yang terkena dampak ekonomi wabah ini,” katanya.
Adapun sutradara Anggi Umbara mengatakan masih menunggu penerapan new normal bagi dunia perfilman dari pihak berwenang. Terutama dalam masa proses syuting sebuah judul film.
Melalui panduan dan aturan main yang jelas maka sebuah proses produksi film dapat dilakukan dengan standar kesehatan yang telah ditentukan.
Sutradara sejumlah film laris ini menengarai dampak ekonomi yang buruk sekali, jika kondisi seperti sekarang masih berlangsung dua atau tiga bulan lagi.
“Mungkin saya akan jual barang demi menghidupi karyawan saya. Sementara pemasukan tidak ada, karena untuk melakukan proses syuting dan pemutaran film di bioskop juga tidak ada dan tidak bisa karena wabah ini,” jelas Anggi Umbara. (Tumpak Sidabutar/KH)