
Psikolog Kasandra Putranto (Instagram)
Kabarhiburan.com, Jakarta – Bertempat di Parkiran Steak & Bar di Jalan Mitra Sunter Bulevar, Jakarta Utara, berlangsung Talkshow Jakarta Horror Screen Festival (JHSF) episode 9.
Talkshow kali ini mengambil tema Dampak Psikis Film Horor Bagi Penonton, menghadirkan para narasumber berkompeten. Mereka adalah Psikolog Dra. A. Kasandra Putranto dan Tine Rustiansah, bintang film Trah 7.
Berbeda dari Tine Rustiansah yang melakukan tanya-jawab langsung di Parkiran Steak & Bar, sedangkan Kasandra Putranto melalui kanal instagram dipandu oleh Kicky Herlambang, selaku Ketua Kumpulan Jurnalis Sinema Indonesia (KJSI).
Seperti diketahui, pada setiap film bergenre horor maka dampak komersial dan psikologi seringkali hadir secara bersamaan. Hanya saja, tidak banyak sineas mampu menggalinya dengan baik, membuat dampak psikologis sering terlupakan.
Psikolog Kasandra Putranto meyakini bahwa film horor seringkali memberi dampak psikis bagi penonton. Baik secara positif maupun negatif, tergantung bagaimana cara penontonnya menyimak.
“Jika ada adegan kekerasan dan sadistik, maka jangan ditafsirkan itu sebagai ‘belajar membunuh’. Sebaiknya, terlebih dulu ditafsirkan dengan benar dan bijak,” jelas Kasandra yang sudah menekuni bidang psikologi lebih dari 25 tahun.
Ia mengatakan, tidak semua film horor menjual banyak adegan sadis alias slasher. Pasalnya lembaga sensor film (LSF) di Indonesia sudah menerapkan aturan ketat untuk scene-scene seperti ini. Kenapa demikian?
“Itu tadi, dampak psikis dan kekhawatiran menimbulkan traumatik bagi penonton, apalagi jika penontonnya terhitung belum mampu memahami cerita dan adegan dengan bijak,” ujar Kasandra.
Disinilah perlunya aturan yang disebut Parents Guide (PG). Artinya, penonton yang belum cukup usia, sesuai ketentuan LSF, wajib didampingi orang tua,” jelas Kasandra.
Lebih jauh Kasandra memaparkan bahwa tidak banyak film horror yang berdampak psikis, terutama di Indonesia dimana film genre horor digarap bervarian.
“Terbukti, masih sering menampilkan sosok hantu, pocong, kuntilanak, gendoruwo. Ini berbeda dari Hollywood,” jelas Kasandra.
Disinilah pentingnya memilah, mana film yang tidak berdampak negatif atau buruk secara psikologi.
“Yang perlu diwaspadai pula adalah film horror-slasher, bila dikonsumsi oleh mereka yang punya kerentanan psikologis, biasanya akan memberikan dampak stress, paranoid, cemas, insomnia, kekerasan. Bahkan, bisa saja meniru adegan,” pungkas Kasandra.

Aktris Tine Rutiansah didampingi pemandu acara, Kicky Herlambang.
Tine Rutiansah, pemeran sosok iblis Halaka dalam film terbarunya Trah 7, membenarkan bahwa dirinya mengalami stress yang hebat.
“Saat aku total make-over, aku enggak berani menoleh ke cermin untuk melihat seperti apa penampilanku. Karakter Halaka itu sepertinya sudah ada dalam diriku, padahal pengambilan gambar belum dimulai,” kenang Tine yang pernah membintangi film Mangga Muda dan Koki Koki Cilik.
“Gimana ya. Aku perempuan cantik disulap penampilanku jadi sosok mengerikan dan menakutkan. Aku enggak pernah ngebayangin sebelumnya, seperti apa? Begitu sudah jadi, malah ciut nyali. Psikis banget loh, buat aku,” ujar Tine yang menambahkan bahwa sebagai pekerja seni dirinya wajib berakting maksimal demi kepuasan penonton.
“Jadi, jangankan penonton yang merasakan dampak psikis saat nonton film horor, aku yang memerankan karakter iblis juga merasakan psikisnya,” katanya.
Entah berdampak psikologis bagi penonton atau tidak. Yang pasti film horor memang punya cara sendiri untuk menyuguhkan ‘rasa menghiburnya’, melalui scoring, sound efect, jump-scare serta angle-angle yang menyeret penonton terlibat langsung ke dalam imajiner visual.
Belum lagi tempelan efek Computer Generated Imagery (CGI), maupun bonus berupa penampakan hantu-hantu yang sedemikian rupa dibentuk demi menakut-nakuti penontonnya. (Tumpak Sidabutar/KH)