
Suasana kegiatan Orientasi Wartawan Angkatan ke-2 yang berlangsung di Sekretariat PWI Jaya, Gedung Prasada Sasana Karya, Jakarta, Senin (5/8).
Kabarhiburan.com, Jakarta – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) DKI Jakarta (Jaya) mengajak wartawan yang bekerja di perusahaan pers untuk bergabung di organisasi profesi wartawan. Hal ini penting agar wartawan mendapat kesempatan menerima bantuan atau pendampingan hukum disaat ada masalah.
Demikian antara lain, disampaikan Firdaus Baderi, selaku Wakil Ketua Bidang Pendidikan PWI Jaya kepada 40 peserta Orientasi Wartawan Angkatan ke 2 tahun 2019, Senin (5/8).
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) merupakan salah satu konstituen Dewan Pers yang anggotanya telah mencapai 15 ribu orang dan tersebar di seluruh Indonesia.
Selain PWI, dua konstituen Dewan Pers lainnya adalah Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) dan Ikatan Jurnalis Telivisi Indonesia (IJTI).
“Silahkan tinggal pilih dari tiga organisasi tersebut. Tiga organisasi profesi wartawan ini, dibawah naungan Dewan Pers dan statusnya diakui oleh negara,” pinta Firdaus.
Sebagai konstituen, keberadaan PWI diakui oleh negara serta memiliki Peraturan Dasar, Peraturan Rumah Tangga PWI dan Kode Etik Jurnalistik.
Firdaus yang juga Pemimpin Redaksi Harian Ekonomi Neraca ini menegaskan bahwa wartawan yang menjadi anggota PWI wajib mengikuti orientasi dan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang merupakan amanat Dewan Pers.
UKW pada dasarnya menjadikan wartawan profesional, kompeten, independen, taat kode etik jurnalistik. Wartawan juga dituntut menjaga martabat dan integritas. Dalam menjalankan tugasnya harus patuh pada prinsip ABC (Akurat, Balanced, Clear).
“Sebagai wartawan, nomor satu harus jaga etika profesi, martabat dam integritas, namun juga harus kerja keras,” katanya.
Kegiatan Orientasi Wartawan Angkatan ke-2 ini dibuka secara resmi oleh Ketua PWI DKI Jakarta, Sayid Iskandar, berlangsung di Sekretariat PWI Jaya, Gedung Prasada Sasana Karya, Lantai 9, Jakarta Pusat.
Ketua PWI DKI Jakarta periode 2019-2024 ini ini menyambut gembira antusiasme peserta. Dia berharap peserta orientasi ini dapat menjadi bagian dari anggota PWI Jaya.
“Saya cukup gembira, angkatan ke-2 ini pesertanya cukup banyak. Angkatan ke-1 keberhasilannya hampir 90%. Mudah-mudahan di angkatan ke-2 bisa mencapai 100%.,”kata Sayid yang menambahkan bahwa seleksi calon anggota, PWI mengacu pada standar Dewan Pers, yakni status perusahaan pers, kompetensi dan profesional dalam hal menulis.
Selain menghadirkan Firdaus Baderi sebagai pemateri, tampak pula Ketua Komisi Kompetensi PWI Pusat, Mantan Ketua PWI Jaya, Kamsul Hasan dan Direktur SJI PWI Jaya Rommy Syahril.
Kamsul Hasan membahas soal Hukum Pers, Pedoman Pemberitaan Media Siber, serta Pedoman Pemberitaan Ramah Anak.
Ia mengatakan setiap negara memiliki politik hukum yang membedakannya dengan negara lain. Adapun politik hukum Indonesia adalah Pancasila.
“Pancasila menjadi pandangan hidup, tujuan berbangsa dan bernegara dan butir-butir Pancasila menjadi pasal-pasal dalam UUD 1945 dan sekaligus dasar hukum perundangan di Indonesia,” ujar Kamsul.
Kata Kamsul, untuk pertama kalinya Pasal 28 UUD 1945, dibuat UU No. 11 tahun 1966 tentang Pokok-pokok Pers. Kemerdekaan mengeluarkan pikiran untuk pertama kalinya di awal Orde Baru dikontrol dengan UU yang mewajibkan adanya Surat Izin Terbit (SIT) atau STT.
Kemudian pada UU No. 4 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Pers, selain SIT atau STT juga wajib izin cetak dari Kopkamtib. Perubahan terakhir melalui UU No. 21 tahun 1982 tentang Pers. Instrumen kontrol berubah menjadi Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP).
UU Turunan Pasal 28 yang merupakan hasil amandemen tersebut menghasilkan: UU No. 23 tahun 2002 Jo., UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak,UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, UU No. 11 tahun 2008 Jo. UU No. 19 tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE), UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), UU No. 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi RAS, UU No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi, dan UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
Kamsul juga menjelaskan mengenai Kode Etika Jurnalistik yang merupakan Peraturan Dewan Pers No. 6/Peraturan-DP/V/2008.
“Wartawan wajib memiliki dan menaati kode etik jurnalistik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers. Dalam menjalankan tugasnya, wartawan bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, dan tidak beritikad buruk,”kata Kamsul.
Ujaran Kebencian
Kamsul menambahkan soal ujaran kebencian, dimana Surat Edaran (SE) Kapolri, SE 06/X/2015 tertanggal 8 Oktober 2015 merupakan rujukan ujaran kebencian sebagaimana dimaksud pada butir 2F adalah.

Bahwa ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP, yang berbentuk antara lain: penghinaan; (delik aduan), pencemaran nama baik; (delik aduan), penistaan; (delik aduan), perbuatan tidak menyenangkan; (delik aduan), memprovokasi; (delik umum), menghasut; (delik umum), penyebaran berita bohong; (pada umumnya delik aduan).
Semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan/atau konflik sosial.
Ujaran kebencian sebagaimana dimaksud SE Kapolri, dapat dilakukan melalui berbagai media: Dalam orasi kegiatan kampanye, spanduk atau banner, jejaring, media sosial, penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi), ceramah keagamaan, media masa cetak maupun elektronik, maupun pamflet.
Menyoal hoaks, Kamsul mengatakan mengenai kualifikasi konten hoaks, sanksi dan dasar hukum.
Sementara soal sengketa pemberitaan, Dewan Pers dan Kapolri pada Hari Pers Nasional (HPN) 2017 di hadapan Presiden RI, telah menandatangani MoU yang merupakan perpanjangan dari MoU tahun 2012. MOU ini menyepakati apabila terjadi sengketa pemberitaan penyidikan, maka diawali dengan keterangan ahli dari Dewan Pers.
Pada berbagai kasus sengketa pemberitaan media, sambung Kamsul, pada umumnya yang pertama yang ditanyakan kepada Dewan Pers adalah apakah berita yang disengketanya dipublikasikan oleh media berbadan hukum pers.
“Apakah berita yang disengketakan sudah melalui proses jurnalistik yang profesional seperti memenuhi perintah UU Pers dan KEJ, Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA), Pedoman Pemberitaan Media Siber (PPMS) serta UU Penyiaran P3 SPS KPI tahun 2012 khusus untuk media penyiaran,” urai Kamsul.
Sementara itu, Direktur Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI), Romi Syahril, membawakan materi “Teknik dan Cara Penulisan Berita”.
Romi membekali peserta orientasi tentang teknik dan cara menulis berita jurnalistik yang baik dan benar. Cara menyusun laporan atau informasi aktual tentang suatu peristiwa atau masalah untuk dipublikasikan di media massa.
Tidak kalah menarik adalah penjelasan Kesit B. Handoyo selaku Sekretaris PWI Jaya, yang menjelaskan tentang tujuan diselenggarakan orientasi serta materi yang dibahas.
Kesit mengatakan, di tengah berkembangnya era digital, ada dua organisasi media siber yakni Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) sedang dalam proses untuk menjadi konstituen Dewan Pers.
Ia merinci bahwa jumlah media siber sudah lebih dari 47.000 media online. Bisa disebut sebagai media pers, jika telah memenuhi persyaratan. Yakni berbadan hukum (PT), dimana pasal 3 perusahaan tersebut menjelaskan jenis usahanya sebagai perusahaan pers. (Rls)