
Kadis Kominfo Provinsi NTT, Aba Maulata (kanan) dalam Diskusi Menuju Indonesia Merdeka Sinyal
Kabarhiburan.com, Jakarta – GSM (Geser Sedikit Mati), hanyalah salah satu kelakar yang tersaji dalam film karya sutradara Ernest Prakasa berjudul Susah Sinyal (2017). Premis GSM yang sempat viral, sebenarnya sindiran halus tentang sulitnya berkomunikasi di kawasan Nusa Tenggara Timur (NTT) karena susah sinyal.
Namun situasi susah sinyal secara berangsur sudah ditinggalkan, menyusul hadirnya internet dan ratusan infrastruktur telekomunikasi BTS (Base Transceiver Station) di wilayah NTT.
Demikian antara lain disampaikan Aba Maulata, selaku Kepala Dinas Kominfo Provinsi NTT yang hadir sebagai nara sumber pada Diskusi Media Forum Merdeka Barat 9 (Dismed FMB’9) bertajuk “Menuju Indonesia Merdeka Sinyal” di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Jakarta, Rabu (10/4).
Meski belum merata ke seluruh pedesaan di kabupaten dan kota di NTT, kehadirannya telah memberi beragam kemudahan informasi kini dinikmati oleh masyarakat di berbagai bidang kehidupan, seperti pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya.
“Yang paling dirasakan, masyarakat NTT merasa sangat bangga karena mereka kini sudah bisa video call dengan sanak saudara di berbagai wilayah di Indonesia. Bangga mereka walaupun pulsanya habis cepat,” imbuh Aba Maulata sambil tertawa.

Belum 100 persen desa di Indonesia mendapat sinyal, dibenarkan oleh Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Anang Latif.
“Di sinilah istilah Merdeka Sinyal lahir. Komitmen Kominfo, di Indonesia akan Merdeka Sinyal di tahun 2020,” jelas Anang.
Dirut BAKTI ini mengatakan, konektivitas internet akan memunculkan dampak-dampak positif. Akan ada perekonomian digital yang terus berkembang, tele-education, tele-health, dan lainnya, sehingga mampu mendorong perekonomian di desa-desa.
“Inilah komitmen kami (pemerintah). Ke depan bukan lagi 2G tapi langsung 4G yang terkoneksi langsung dengan internet, sehingga sampai di pedesaan di manapun bisa menjual hasil usaha dan pertaniannya melalui online,” jelas Anang.
Hasilnya, akan memberikan harapan baru bagi siapapun, meski di daerah terpencil sekalipun. “Sehingga, mereka yang di ujung wilayah masih tetap merasakan bagian dari NKRI. Dari sinilah muncul program Palapa Ring,” ujarnya.
Inti dari Palapa Ring ini untuk menghasilkan sinyal, yang bukan hanya cepat tapi ngebut. Selanjutnya, dari ujung Barat hingga ujung Timur Indonesia infrastruktur komunikasi terkoneksi dengan baik.
“Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menyelesaikan infrastruktur, dengan tidak lagi berhitung untung rugi. Dan, kenapa harus dibangun dengan serat optik, karena sampai sejauh ini menjadi jaringan yang terbaik untuk 4G. Berikutnya akan muncul 5G,” jelas Anang.
Hanya saja, jaringan serat optik hanya berhenti di ibukota kabupaten. Masih ada desa yang jauh dari ibukota kabupaten yang tidak bisa dijangkau dengan kabel sampai ke sana. Masih ada 150.000 yang lokasinya tidak bisa dijangkau dengan kabel.
Dari sana, lahirlah konsep satelit multifungsi. Yang tidak terjangkau kabel, akhirnya menggunakan satelit multifungsi.
“Kedua project ini, satelit dan palapa ring, kemudian disebut dengan ‘Tol Langit’. Diharapkan bisa bermanfaat banyak untuk masyarakat Indonesia di seluruh pelosok negeri,” pungkas Anang.
FMB 9 kali ini, selain menghadirkan Aba Maulata dan Anang Latif, tampak hadir Direktur Industri Elektronika dan Telematika Ditjen ILMATE Kementerian Perindustrian Janu Suryanto, dan Meidiyanto Andwiputro selaku General Manager of Marketing PT Pasifik Satelit Nusantara. (Tumpak Sidabutar/KH)