
Kabarhiburan.com – Olahraga lari menjadi tren di Indonesia dan di seluruh dunia sejak lama. Selain relatif murah dan mudah melakukannya, olah raga menghibur ini dapat dilakukan dimana saja. Melalui olahraga lari pula, jalinan relasi dan komunitas dapat berkembang lebih luas.
Meningkatnya kebutuhan berlari dengan cara yang baik dan benar, juga diikuti oleh kemajuan perekonomian. Mulai dari industri pakaian olahraga khusus pelari, kaos kaki, sepatu, minuman, suplemen olahraga, hingga peralatan gadget terkini untuk merekam aktifitas lari.
Maraknya ajang olahraga lari pun meninginspirasi pebisnis untuk menjadi sponsor berbagai even lomba. Mulai dari 5K, 10K, half marathon, full marathon, ultra marathon. Ada pula penyelenggara yang kreatif mengadakan lomba versi baru, misalnya Vertical Run, Color Run, Mountain Run, dan lainnya.
Semua memberi kesempatan seluas mungkin bagi masyarakat pecinta olahraga lari untuk mengikuti lomba lari di berbagai tempat, sesuai kalender lomba yang ditawarkan.

Dr. Michael Triangto, SpKO – spesialis kedokteran olahraga dari RS Mitra Kemayoran dan Klinik Slim n Health Jakarta, membenarkan bahwa olahraga lari memang menjanjikan banyak dampak positif, baik secara fisik maupun mental.
“Ini kabar baik yang diharapkan mampu meningkatkan taraf kesehatan masyarakat dan dapat mengurangi terjadinya penyakit-penyakit tidak menular. Sebut saja obesitas, diabetes melitus, hipertensi, kolesterol darah tinggi dan penyakit-penyakit lainnya, bilamana kita mampu mengantisipasi hal–hal negatif yang mungkin terjadi,” jelas dr. Michael.
Dr. Michael mengingatkan bahwa fenomena olahraga lari juga dapat menimbulkan berbagai kasus ringan seperti cedera, terkilir, overused injury, dehidrasi. Hingga yang berat, seperti pingsan bahkan meninggal, bagai gunung es lantaran banyak kasus yang tidak dilaporkan.
Michael mengingatkan pada sejarah olahraga marathon yang berawal dari Pheidippides, seorang prajurit Yunani yang berlari sejauh 42.195 KM ke Athena untuk memberitahukan kemenangan perang di Marathon, yang berakhir dengan kematiannya.
“Peristiwa tersebut mengingatkan kita kalau berlari sejauh itu dapat berakibat fatal, bila tidak memiliki kesiapan fisik yang prima. Demikian pula bila para pengemar olahraga lari mengikuti eforia olahraga lari, tanpa pengetahuan tentang kesehatan olahraga yang benar,” katanya.
Mengurangi Biaya Pengobatan
Dalam rangka menekan terjadinya gangguan kesehatan dan tetap menjaga tren positif dari olahraga lari itu sendiri, dr. Michael memberikan enam solusinya:
Pertama, pelari perlu secara teratur memeriksakan kesehatan maupun kebugaran tubuhnya, yang dinyatakan dalam bentuk sertifikat kesehatan. Sertifikat ini dikeluarkan oleh dokter spesialis kedokteran olahraga, atau yang berkompeten memeriksa kesehatan dan kebugaran pelari.
Sertifikat hanya berlaku selama waktu tertentu, sehingga perlu diperbaharui jika masa berlakunya sudah berakhir.
“Kondisi tubuh dan metabolisme setiap pelari dapat berubah sewaktu-waktu, sehingga dengan melakukan check-up rutin akan membantu mencegah pelari dari hal negatif terhadap kesehatan yang bisa terjadi saat mengikuti kompetisi lari,” jelas dr. Michael.
Kedua, sebelum memasuki arena lomba, pelari sudah terlebih dahulu mengatasi berbagai masalah kesehatan yang terjadi sebelum berlomba. Mulai dari adanya pengobatan penyakit, gangguan postur sampai dengan kelainan bentuk dari telapak kaki, guna menghindari gangguan kesehatan yang lebih serius.
Ketiga, setiap pelari wajib membiasakan diri meningkatkan pengetahuan tentang segala hal yang berhubungan dengan olahraga lari. Mulai dari tehnik berlari yang benar, peralatan yang harus dimiliki, pemilihan medan yang akan ditempuh dan pengaturan periodisasi latihan yang baik sampai masa istirahat yang cukup.
“Melalui upaya ini diharapkan pelari lebih selektif dalam berlomba, sehingga target untuk hidup lebih sehat juga dapat tercapai,” ujar Michael yang juga memberi masukan terhadap para penyelenggara, antara lain:
Keempat, penyelenggara wajib mempersiapkan lomba sebaik-baiknya. Mulai dari sisi keamanan lintasan, depot air yang cukup dalam jarak yang ditentukan, tim medis, para medis dan ambulans yang memadai dan terampil dalam menangani kasus-kasus gangguan kesehatan akibat olahraga.
“Perlu disiapkan pula asuransi untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan,” katanya.
Kelima, penyelenggara diharapkan melibatkan induk olahraga atletik untuk meningkatkan nilai keamanan dari setiap lomba dengan memberikan pelatihan bagi para pelari dan instruktur secara berkala.
Keenam, penyelenggara perlu melibatkan pemerintah, seperti Kemenkes dan Kemenpora yang membuat berbagai peraturan dan pengawasan atas berjalannya peraturan tersebut sebagaimana yang telah ditetapkan.
Dr Michael membenarkan, keenam solusi tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit, namun diyakini dapat meminimalkan angka kesakitan dan kematian, serta meningkatkan kualitas dari perlombaan lari.
Selanjutnya memberi banyak keuntungan, yakni meningkatkan kesehatan masyarakat, mengurangi biaya pengobatan yang dikeluarkan pemerintah, meningkatkan kemampuan bekerja, serta meningkatkan roda perekonomian negara tanpa perlu mengorbankan pihak-pihak tertentu. (Tumpak Sidabutar/KH)