Kabar Hiburan – Surabaya. Suasana tampak sepi di Desa Dawung, Kecamatan Jogorogo, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur pada Selasa siang 26 September 2017. Warga desa yang berlokasi di tepi hutan jati, di kaki Gunung Lawu itu tengah beraktifitas di ladang, sebagian lagi menggembala ternak atau bekerja di luar desa. Hanya para manula yang tetap tinggal di rumah.

Rumah Sumiati menjadi saksi bisu tragedi berdarah.
Tiba-tiba terdengar teriakan minta tolong dari rumah Sumiati. Demikian kerasnya membuat Pawiro Sikas (84), ayah Sumiati yang tengah mengasuh cucunya, tak jauh dari rumah Sumiati, berusaha mendekat dan mencari tahu kejadian tersebut. Baru beberapa langkah, Pawiro sudah melihat Sumiati berlari keluar dari pintu belakang rumah dengan kondisi tubuh penuh luka berdarah.

Pawiro Sikas saat menceritakan penganiayaan yang dialaminya
Rasa kaget Pawiro belum habis, Kakek bertubuh kecil dan kulit legam itu sudah melihat Mohamad Mudiono (30) alias Mahmudi keluar dari pintu depan rumah Sumiati. Di lengan kirinya menggenggam sabit dan golok penuh darah di lengan kanan.
Mahmudi yang berasal dari Desa Macanan, Kec. Jogorogo itu terlihat marah dan mengancam Pawiro. “Ayo siapa berani mendekat akan aku bunuh!” teriaknya sambil mengacungkan goloknya.
Mahmudi rupanya tidak sedang menggertak. Begitu melihat kehadiran Pawiro, Mahmudi langsung mengejarnya sambil mengayunkan goloknya ke wajah Pawiro. Golok itu melukai dagu Pawiro hingga bercucuran darah.
Mahmudi kembali mengayunkan golok ke bagian kepala si kakek dari sepuluh cucu dan empat anak tersebut. “Setelah bacokan kedua, saya membalik badan untuk melarikan diri, tapi Mahmudi masih terus membacok saya. Kali ini pundak dan tangan kiri saya,” kata Pawiro Sikas saat ditemui di rumahnya, Senin (2/10).
Aksi brutal Mahmudi belum berakhir. Sumiyem (60), seorang kerabat Sumiati yang rumahnya berdekatan, juga keluar rumah setelah mendengar teriakan. Nasibnya sama dengan Pawiro. Kehadiran Sumiyem langsung disambut Mahmudi dengan golok di tangan.

Sumiyem mengalami patah tulang.
Beruntung, ibu dari empat anak tersebut masih cekatan. Tebasan golok yang mengarah ke leher berhasil ditepis dengan lengan kanan. Mahmudi kembali menebaskan goloknya, juga berhasil dielakkan Sumiyem. Begitupun Sumiyem tidak luput dari luka yang cukup parah. “Ayunan goloknya sangat kuat membuat kedua lengan saya terluka parah dan tulangnya retak dan patah, sehingga perlu dipasang pen,” cerita Sumiyem yang ditemui di rumahnya.
Meski berdarah-darah Sumiyem berlari masuk rumahnya, sementara Mahmudi kembali memasuki rumah Sumiati. Di sana Mahmudi melakukan aksi lain lagi. Ia membakar kasur dan kelambu di kamar Sumiati, sebelum melarikan diri kearah hutan jati dan membuang golok dan sabit di rerumputan.
Mengetahui Mahmudi sudah melarikan diri, barulah warga desa Dawung berbondong-bondong ke tempat kejadian. Mereka melihat satu korban lagi. Dia adalah anak bungsu Sumiati bernama Neny Agustin (16). Ditemukan dalam keadaan telungkup bermandikan darah dari luka menganga di leher sebelah kanan.
“Neny akhirnya meninggal dunia di IGD Puskesmas Jogorogo, Sementara upaya Mahmudi membakar rumah tidak berhasil. Hanya sebagian kasur dan kelambu yang terbakar,” kata Ahmad, salah seorang kerabat Neny.
Surat Pindah Nikah

Sumiati dan Sujari sepakat agar Mahmudi diganjar hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.
Ditemui di rumahnya, Sumiati belum sembuh benar dari luka yang dideritanya, sehingga masih harus berbaring saat menceritakan kejadian yang menimpa dirinya dan Neny.
Sesampainya Sumiati di rumah dari mencari rumput, menemukan putrinya Neny Agustin dan Mahmudi duduk berdampingan di ruang tamu. Sumiati lalu menyapa dengan ramah Mahmudi, yang sudah beberapa bulan terakhir menjalin asmara dengan Neny. Bahkan sudah mengetahui rencana Mahmudi yang ingin menikahi Neny.
“Saya juga sempat melihat ada surat di atas meja. Surat keterangan pindah nikah dari desa Macanan yang ditujukan ke desa kami,” cerita Sumiati yang masih merasakan nyeri pada bekas luka di tubuhnya.
Hanya saja, Sumiati tidak nyaman karena merasakan suasana yang kaku di ruang tamu pada saat itu, namun Sumiati tidak mengetahui penyebabnya. Bahkan anjuran Sumiati agar Neny membuatkan kopi bagi Mahmudi tidak digubris, memaksa Sumiati berinisiatif sendiri.
Ia lalu beranjak ke dapur untuk menyiapkan makan siang untuk Mahmudi. Namun baru beberapa langkah saja, Sumiati mendengar suara lantang teriakan Mahmudi. “Oh, ini orang yang menjadi penyebabnya!”
Sambil berteriak, Mahmudi sudah memukulkan batu sekepalan ke punggung Sumiati. Hantaman yang cukup membuat Sumiati terjerembab. Sambil menahan rasa sakit, Sumiati menoleh ke Mahmudi. Dilihatnya Mahmudi sudah menggenggam sabit dan golok yang sebelumnya Sumiati gunakan menyabit rumput.
Dengan golok itu pula Mahmudi membacok Sumiati bertubi-tubi, ke arah punggung, kepala dan lengan. “Saya tak ingat lagi berapa kali dia membacok saya,” kata Sumiati yang saat wawancara didampingi Sujari, suaminya.
Melihat ibunya terkena bacokan, Neny tidak tinggal diam. Ia berupaya berusaha menolong dengan memegangi tangan Mahmudi. Tapi naas bagi Neny, golok yang sama juga melayang ke tubuhnya. Melukai bagian kanan lehernya. “Neny tersungkur di depan saya,” kata Sumiati merinci peristiwa mengerikan tersebut.
Dalam kondisi terluka parah, Sumiati sekuat tenaga berusaha berdiri, lalu melarikan diri lewat pintu belakang rumah sambil berteriak meminta bantuan warga. “Celakanya, orang yang mau menolong saya turut menjadi korban,” papar Sumiati yang belum mampu melupakan kejadian tragis yang menimpa Neny.
Sumiati mengaku tidak mengetahui sebab-musabab Mahmudi menjadi kalap dan berniat menghabisi keluarganya. Soalnya keluarganya sudah merestui hubungan Neny dan Mahmudi yang ingin membentuk mahligai rumah tangga.
Neny Menghilang Dua Hari

Neny Agustin akhirnya tewas akibat dianiaya calon suaminya.
Masih menurut Sumiati, sekitar empat bulan sebelum tragedi berdarah tersebut sebenarnya sudah ada kejadian tidak sedap menimpa Neny. Ketika itu remaja yang masih berstatus pelajar di kelas dua MTs itu diam-diam meninggalkan rumah. Kepergiannya membuat Sumiati dan keluarga panik lalu melapor ke polisi.
Selang dua hari kemudian, Neny mendadak muncul bersama Mahmudi di rumah neneknya di Desa Ngrambe. Mahmudi adalah lelaki kenalan Neny melalui jejaring facebook. “Kami tidak tahu sejak kapan tepatnya Neny mengenal Mahmudi melalui facebook,” kata Sumiati.
Meski Neny sudah kembali, baik Sumiati maupun Sujari tetap saja risau dengan masa depan putrinya. Pasalnya, Neny menjadi sering di-bully teman-temannya di sekolah. Situasi yang tidak mengenakkan itu membuat Sujari menganjurkan Neny agar berhenti sekolah.
“Kami tidak tega melihat Neny saban hari menjadi bahan cemohan teman-temannya,” ujar Sujari yang saat kejadian tengah bekerja sebagai tukang bangunan di desa lain.
Bagi mereka, Neny adalah sosok anak yang santun dan tidak pernah merepotkan orangtua. “Anaknya ramah dan supel kepada siapa saja, makanya temannya cukup banyak,” kata Sumiati sambil berurai air mata.

Masa-masa indah Sumiati dan Neny seperti ini sudah berlalu.
Sikap Neny yang menyenangkan pun mendadak berubah drastis sejak kepergiannya bersama Mahmudi. Neny menjadi lebih banyak mengurung diri di kamarnya. “Kalau saya tanya soal Mahmudi, Neny selalu menjawab tidak ada masalah,” timpal Sumiati yang salah satu jari tangan kanannya terputus dan sempat dirawat di ruang ICU.
Pasangan ini lalu bersepakat merelakan Neny dipersunting Mahmudi. “Makanya kami tidak keberatan menerima pinangan Mahmudi kalau memang berniat menikahi Neny,” kata Sumiati sambil menambahkan bahwa masing-masing keluarga sudah saling silturahmi.
Hanya saja, jadwal hajatan perkawinan masih menunggu Mahmudi melengkapi administrasi pernikahan, barulah memilih hari baik untuk melaksanakan perkawinan.
“Makanya saya heran, kenapa kok tiba-tiba Mahmudi kalap sampai membunuh anak saya,” kata Sumiati dan berharap agar Mahmudi mendapat hukuman setimpal dengan perbuatannya. (Teks dan Foto: Gandhi Wasono M/ KH)
Sakit Hati Gara-gara Dilaporkan ke Polisi
Kapolres Ngawi, Jawa Timur, AKBP Nyoman Budiarja, SIK melalui Kasatreskrim AKP Maryoko, menjelaskan bahwa Mahmudi sudah mengakui perbuatannya. Dilakukan gara-gara sakit hati kepada keluarga Neny yang belum juga mencabut laporan terkait menghilangnya Neny selama dua hari.

Mahmudi diancam hukuman penjara selama 15 tahun
Sikap keluarga Sumiati yang demikian membuat Mahmudi sempat diperiksa polisi. Padahal Mahmudi merasa sudah bertanggungjawab dan berniat menikahi Neny. “Intinya dia sakit hati, sudah merasa bertanggungjawab kok laporan polisi itu tidak dicabut juga,” kata AKP. Maryoko yang ditemui di ruang kerjanya, Senin (2/10).
Kasatreskrim menambahkan, saat kejadian Mahmudi sudah membawa surat pindah nikah yang akan diserahkan kepada keluarga Neny. “Hanya saja, rasa sakit hatinya kembali membuncah karena merasa niat baiknya akan menikahi Neny tidak dihargai. Terjadilah peristiwa berdarah tersebut,” papar Maryoko.
Usai melakukan perbuatannya Mahmudi melarikan diri ke arah hutan jati, menuju lereng Gunung Lawu. Polisi pun melakukan pengejaran.
Kerja keras polisi dalam mengungkap kasus penganiayaan ini berbuah manis. Mahmudin berhasil ditangkap di lereng Gunung Lawu, tepatnya di Desa Ngrayudan, Kec. Jogorogo, Rabu (27/9) jelang malam.
“Akibat perbuatannya tersebut tersangka diancam hukuman penjara selama 15 tahun, sesuai pasal 351 (2), (3) sub Pasal 338 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian orang lain,” jelas Maryoko. (Gandhi/KH)