
Promotor Musik Harry Koko Santoso berharap pemerintah daerah memberi kemudahan dalam hal pajak dan pemakaian lapangan yang lebih luas untuk konser musik.
Kabarhiburan.com, Jakarta – Selama penyebaran Covid-19 masih merajalela di Tanah Air, selama itu pula kegiatan yang menghadirkan kerumunan orang belum mendapat restu dari pemerintah, seperti panggung musik dan gedung bioskop dan pertunjukan seni lainnya.
Memang berbagai konser musik virtual mulai bermunculan, disusul dengan konser drive-in yang digelar baru-baru ini. Hanya saja, jumlahnya belum menjangkau seluruh musisi yang ada di Tanah Air.
Situasi tersebut diungkapkan oleh promotor musik, Harry Koko Santoso dalam webinar Saatnya Bangkit bersama, Rabu (2/9).
Acara ini diinisiasi oleh Direktorat Perfilman Musik dan Media Baru (PMBB) Kemendikbud RI dan Komunitas Pewarta Hiburan Indonesia (Kophi), dalam rangka menggerakkan ekosistem industri musik dan film agar tetap eksis meski ada pandemi Covid-19.
Harry Koko Santoso mengatakan bahwa sejak pandemi nyaris semua acara musik terhenti. Kalaupun ada, hanya sebatas live streaming di media sosial dan konser drive-in yang dilakukan oleh segelintir grup musik atau penyanyi. Usaha mereka patut diapresiasi, meski masih jauh dari harapan mereka secara komersial,” katanya.
CEO Deteksi Production ini menambahkan sebuah konser harus mendatangkan banyak orang. Oleh sebab itu, setiap konser pun harus beradaptasi, Ya musisi, promotor maupun penonton.
“Meraka harus pakai masker dan jaga jarak sesuai protokol kesehatan. Semua ini memerlukan tempat yang lebih luas sebagai tempat konser, bukan lagi di gedung” ujar Harry Koko Santoso yang berharap kerja sama antara Pemda memberi kemudahan bagi panitia konser musik.
“Misalnya, perizinan oleh Pemerintah Daerah untuk menggunakan lapangan yang luas, seperti stadion, sebagai tempat bagi musisi tampil dan menampung lebih banyak orang dengan menerapkan protokol kesehatan,” pinta Harry Koko Santoso.
Baginya, pajak tontonan yang diterapkan pemerintah masih terasa memberatkan, sehingga diperlukan kerja sama dari pemerintah untuk memberi keringanan pajak bagi penyelenggara musik. Demikian pula, kemudahan mendapatkan izin keramaian yang lebih cepat.
“Sewa gedung butuh biaya besar, demikian pula pajak tontonan sebesar 10 -20 persen juga memberatkan para musisi dan promotor musik,” jelasnya.
Tingkatkan Kreativitas
Seperti panggung musik, industri perfilman pun ikut terkapar selama pandemi Covid-19. Hal ini disampaikan oleh Firman Bintang, selaku Ketua Dewan Pertimbangan Persatuan Perusahaan Film Indonesia.

“Mata uang sebenarnya dalam industri film adalah kreativitas,” ujar Firman Bintang.
Firman mengatakan, ketika pintu bioskop ditutup atas nama penegakan protokol kesehatan, maka cobaan berat pun datang kepada artis, produser film dan pengusaha bioskop.
“Namun, hal itu tidak harus diratapi karena semua sudah terjadi,” kata Firman yang kemudian mengajak semua elemen dunia perfilman agar saling bergandengan dan membangkitkan untuk tetap bertahan di masa sulit ini.
“Yang utama, kreator film semakin meningkatkan kualitas kreativitasnya sehingga karya semakin mampu bersaing di tengah pandemi,” kata Firman Bintang yang menyebut kreativitas sebagai mata uang dalam industri perfilman, sedangkan jualannya tidak melulu di layar bioskop.
“Jualannya bisa lewat media baru, seperti VOD (video on demand), OTT (over the top) dan sebagainya,” jelas Firman Bintang. (Tumpak Sidabutar/KH)